[Review] The Hunger Games (The Hunger Games, #1)
Judul: The Hunger Games
Seri: The Hunger Games, #1
Penulis: Suzanne Collins
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Alih bahasa: Hetih Rusli
ISBN: 9789792250
Tanggal terbit: Oktober 2009
Tanggal baca: 3-5 Mei 2017
Jumlah halaman: 408
Di wilayah yang konon dulunya adalah Amerika Utara, berdiri Negara Panem yang terbagi menjadi Ibukota Capitol dan tiga belas distrik. Capitol berkuasa penuh dan memperoleh segala kebutuhan dari seluruh distrik, sementara distrik-distrik hidup miskin -kecuali beberapa distrik yang diistimewakan Capitol-. Tujuh puluh lima tahun yang lalu, terjadi pemberontakan yang akhirnya membuat Distrik 13 dimusnahkan. Untuk mengingat pemberontakan tersebut -dan untuk menegaskan bahwa distrik-distrik hidup atas kekuasaan dan belas kasihan Capitol-, setiap tahun diadakan Hunger Games.
Setiap tahun, dipilih satu laki-laki dan satu perempuan berusia 12-18 tahun dari kedua belas distrik yang tersisa untuk mengikuti Hunger Games. Dalam Hunger Games, peserta harus saling membunuh, dan satu orang terakhir yang bertahan hidup adalah pemenangnya.
Dua puluh empat peserta.
Hanya satu pemenang yang selamat.
Katniss Everdeen secara sukarela mengajukan diri untuk menggantikan adiknya yang terpilih mewakili Distrik 12 sebagai peserta Hunger Games. Maka ia, bersama peserta laki-laki dari Distrik 12 yang bernama Peeta, bersiap untuk menghadapi permainan yang mengerikan.
Siapa sangka, kehadiran Katniss dan Peeta pada Hunger Games tahun ini menjadi hal yang tak akan pernah dilupakan oleh seluruh warga Panem.
Membaca cerita bergenre dystopia memang selalu menyenangkan. Menarik melihat penulis mampu melakukan world building dengan baik dan detail, melihat penulis mampu mengarahkan imajinasi pembaca sesuai dengan dunia yang ia ciptakan di dalam karyanya. Dan, entah ini menggambarkan keseluruhan atau tidak, dari setiap dystopia yang kubaca, aku akan menemukan satu tokoh heroine yang benar-benar menarik.
The Hunger Games bisa jadi adalah sebuah legenda. Aku menemukan bahwa serial ini merupakan serial dystopia dengan rating tinggi di Goodreads (dan dengan sadar aku menambah tinggi ratingnya dengan memberikan lima bintang untuk buku pertama). Aku kurang paham apakah ide cerita buku ini orisinal atau tidak karena aku tidak banyak membaca cerita semacam ini sebelumnya; namun untuk ukuranku yang tidak memahami orisinalitas cerita, aku menganggap ide cerita yang dibawakan oleh Suzanne Collins ini brilian.
Buku ini rapi: world building, pengenalan tokoh, dan alur yang dibuat rapi dari awal banget sampai bagaimana permainan diakhiri.
Cerita
Seperti yang kubilang, alur cerita ini rapi banget, mulai dari pengenalan Panem sampai Hunger Games, bagaimana Katniss selaku tokoh utama sampai "kecemplung" ke lembah pertandingan sampai bagaimana pertandingan diakhiri. Penjelasan bahwa Panem tadinya adalah Amerika Utara juga cukup membantuku karena aku nggak harus mengawang-awang kejadian ini terjadi di belahan bumi bagian mana. Pacenya menurutku enak, nggak terlalu cepat atau terlalu lambat (atau terasa seperti ada perbedaan kecepatan alur, seperti kedua buku setelahnya).
Hal yang menarik, menurutku, adalah kemampuan penulis untuk tetap mengangkat ketegangan cerita di setiap lembar novel -hal yang menyebalkan karena aku harus rela begadang dan menelantarkan skripsi seharian karena aku jadi nggak tega meletakkan novel ini barang sebentar-. Aku pernah beberapa kali membaca cerita dengan vibe yang sama, yang terkadang tensinya langsung turun ketika tidak ada hal-hal yang "mengancam jiwa". Namun The Hunger Games berbeda. Walau sedang membicarakan hal-hal yang jauh dari nuansa bunuh membunuh, seperti akting romansa Katniss-Peeta, tensi cerita tetap saja tinggi dan aku tidak pernah merasa bosan sampai akhirnya aku menutup halaman terakhir.
Karakter
Katniss Everdeen jelas adalah kekuatan yang penulis berikan untuk menghidupkan ceritanya. Sosok heroine badass, memiliki jiwa pemberontak sekaligus hati yang serapuh nastar selai nanas pada beberapa kesempatan -spontanitasnya untuk menggantikan posisi adiknya dan kematian Rue, sekutunya selama permainan, misalnya-, membuat aku jatuh hati padanya. Berbeda dengan peserta Hunger Games lain yang sebagian besar bernafsu untuk membunuh peserta lain demi memperoleh kemenangan, Katniss berpegang untuk tidak membunuh jika dirasa tidak perlu. Badass budiman.
Ada dua karakter laki-laki di sini, Peeta dan Gale. Peeta sebagai partner sekaligus musuh Katniss, yang pandai berbicara kepada siapapun -hal yang tidak dimiliki Katniss; Gale sebagai teman (atau TTM atau apapun itu lah) Katniss di Distrik 12. Menurutku kedua tokoh ini memang tidak terlalu menonjol, namun jika aku harus memilih salah satu, aku jelas akan mendeklarasikan diri sebagai #TeamPeeta.
Ada banyak karakter lain, sangat banyak, sampai aku lupa siapa saja 😆
Membunuh atau Dibunuh
Kembali ke pertandingan Hunger Games dimana Katniss, Peeta, dan dua puluh dua peserta lain harus siap membunuh jika ingin keluar dari arena dalam keadaan hidup. Adegan pembunuhan dalam cerita ini memang agak sadis, jadi aku jelas tidak menyarankan buku ini dibaca oleh mereka yang belum cukup dewasa.
Karena arena pertandingan adalah sebuah hutan belantara yang cukup luas, juri pertandingan memutuskan untuk menggiring peserta untuk saling bertemu dengan berbagai cara: banjir, badai, kebakaran hutan, dan sebagainya. Tak jarang justru fenomena buatan juri inilah yang membunuh peserta, aih-alih peserta mati dibunuh peserta lainnya. Saat-saat seperti ini sejujurnya membuatku kesal; maksudku, kan jadi nggak seru, lebih enak kalau peserta saling bunuh saja 😅
Dan kisah cinta pura-pura Katniss-Peeta jelas menarik: walaupun berhasil menjadi "pendingin" dari adegan bantai membantai yang sadis abis, tapi hal ini tidak menurunkan ketegangan cerita sama sekali.
Over all, aku suka banget sama buku ini. Sejujurnya aku bahkan paling menyukai buku ini dibanding sekuel-sekuelnya. Keseruannya, tensi cerita yang hampir selalu di atas, dan karakter yang memorable membuatku jatuh cinta. Namun aku harus mengingatkan bahwa adegan bunuh membunuh di novel ini cukup keji, jadi yang nggak suka darah-darahan, silakan kaji ulang.
Rating:
⭐⭐⭐⭐⭐
Tidak ada komentar